Oleh : Al-Ustadz Abdul Mu’thi, Lc.)
Sesungguhnya,
pelaksanaan Jum’atan adalah perkumpulan akbar kaum muslimin di suatu kota,
wilayah, atau kampung dalam setiap pekannya. Oleh karena itu, disyariatkan bagi
orang yang akan berangkat Jum’atan melakukan beberapa hal berikut :
1. Mandi
untuk Shalat Jum’at
Hukum mandi Jum’at adalah wajib. Di antara dalilnya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
Hukum mandi Jum’at adalah wajib. Di antara dalilnya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
غُسْلُ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Mandi pada
hari Jum’ata dalah wajib atas setiap yang sudah baligh.” (HR. al-Bukhari no.
879)
Dalam hadits
ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan wajib dan tentu tidak ada
yang lebih fasih daripada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyampaikan
kata-kata.
Adapun
hadits yang menyatakan, “Barangsiapa berwudhu pada hariJum’at, dia telah bagus
dan barangsiapa yang mandi, mandi itu lebihbaik.” (HR. an-Nasai dalam Sunan-nya
dari Amrah)
Andaikata
riwayat ini sahih, tetap tidak mengandung nash dan dalil bahwa mandi Jum’at itu
tidak wajib. Di dalamnya hanya dijelaskan tentang wudhu adalah sebaik-baik
amalan dan bahwa mandi itu lebih baik, hal ini tidak diragukan. Sungguh Allah
Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَوْءَامَنَ
اَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًالَّهُمْ
“Sekiranya
ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.” (Ali Imran: 110)
Apakah ayat
ini menunjukkan bahwa iman
dan takwa tidak
wajib? Sama sekali tidak. (al-Muhalla 2/14, Ibnu Hazm)
Masalah
lain, wajibnya mandi bukan karena hari Jum’at, melainkan karena akan menghadiri
Jum’atan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya), “Apabila
salah seorang dari kalian mendatangi Jum’atan hendaknya dia mandi.”
(Shahihal-Bukhari no. 877 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Hadits ini
menunjukkan bahwa orang yang ingin menghadiri Jum’atan harus mandi meskipun
yang akan hadir itu orang yang tidak wajib Jum’atan, seperti budak, anak kecil,
dan wanita. Dipahami pula dari hadits ini, mandi tidak disyariatkan bagi yang
tidak menghadiri Jum’atan. (lihat kitab Ahaditsul Jumu’ah hlm. 204 karya Abdul
Quddus Muhammad Nadzir)
Adapun waktu
mandi yang dianggap sudah mencukupi/sah untuk pelaksanaan shalat Jum’at adalah
dari terbitnya fajar shadiq (subuh) hingga pelaksanaan shalat Jum’at.(Ahaditsul
Jumu’ah hlm. 202 dan al-Majmu’ karya an-Nawawi rahimahullah 4/408)
Mandi Jum’at
yang bagus praktiknya adalah seperti mandi junub, sebagaimana disebutkan oleh
al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya, bab “Fadhlul Jumu’ah” hadits
no. 881, yang insya Allah akan dijelaskan.
Apabila
Tidak Mendapatkan Air untuk Mandi
Menurut
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, seseorang yang tidak menemukan air
untuk mandi Jum’atan atau termudaratkan jika dia menggunakan air, lalu dia
tidak mandi Jum’atan, mandinya tidak bisa diganti dengan tayammum. Sebab,
tayammum itu disyariatkan (hanya) untuk menghilangkan hadats. (asy-Syarhul
Mumti’ 5/110—111)
2. Berhias
untuk shalat Jum’at dengan mengenakan pakaian yang terbagus, bersiwak, dan
memakai minyak wangi selain bagi wanita.
Hal ini berlandaskan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
غُسْلُ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنَ الطِّيبِ مَا قَدَرَ
عَلَيْهِ
“Mandi hari
Jum’at atas setiap yang baligh, bersiwak, dan memakai minyak wangi semampunya.”
(HR. Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda (yang artinya), “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at lalu membaguskan mandinya, ia bersuci dan bagus dalam bersucinya, ia memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, ia memakai wewangian keluarganya yang dia mampu, lalu mendatangi Jum’atan dan tidak berkata sia-sia, serta tidak memisahkan antara dua orang, akan diampuni (dosanya) antara hari itu dan Jum’at berikutnya.” (Shahih Ibnu Majah no. 907dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda (yang artinya), “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at lalu membaguskan mandinya, ia bersuci dan bagus dalam bersucinya, ia memakai pakaian yang terbaik yang dimilikinya, ia memakai wewangian keluarganya yang dia mampu, lalu mendatangi Jum’atan dan tidak berkata sia-sia, serta tidak memisahkan antara dua orang, akan diampuni (dosanya) antara hari itu dan Jum’at berikutnya.” (Shahih Ibnu Majah no. 907dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)
3. Berpagi-pagi menuju
shalat Jum’at
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam menyamakan orang yang berpagi-pagi menuju Jum’atan
dengan orang yang berkurban/bersedekah dengan hartanya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya),“Barangsiapa mandi hari Jum’at seperti
mandi junub lalu pergi (Jum’atan), seolah-olah ia bersedekah dengan unta.
Barangsiapa pergi pada waktu yang kedua, seolah-olah ia bersedekah dengan sapi.
Barangsiapa
pergi pada waktu ketiga, seolah-olah ia bersedekah dengan kambing yang
bertanduk. Barangsiapa pergi pada waktu keempat, seolah-olah ia bersedekah
dengan ayam. Barang siapa pergi pada waktu kelima, seolah-olah ia bersedekah
dengan telur. Apabila imam telah keluar (menuju masjid), para malaikat itu
datang (dan) mendengarkan zikir (khutbah).” (Shahih al-Bukhari no. 881)
Di sini,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membagi waktu keutamaan antara terbitnya
matahari di hari Jum’at dan datangnya imam menjadi lima bagian.
Wallahua’lam
bish-shawab.
Sumber : http://asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar