Banyak diantara agama, dan sunnah Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- yang dilalaikan orang pada hari ini sehingga terkadang
menjadi sesuatu yang mahjur (ditinggalkan).
Inilah yang pernah diisyaratkan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika beliau bersabda dalam sebuah hadits,
Inilah yang pernah diisyaratkan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika beliau bersabda dalam sebuah hadits,
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا
بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
"Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan
kembali (asing), sebagaimana ia muncul dalam keadaan asing. Maka beruntunglah
orang-orang asing". [HR. Muslim dalam Kitab Al-Iman (232)]
Semua ini disebabkan karena kurangnya perhatian kaum
muslimin terhadap agamanya dan sunnah Rasul-Nya-shollallahu alaihi wasallam-.
Kurangnya perhatian mereka menuntut ilmu syar’i karena kesibukan duniawi yang
memalingkan mereka. Sementara mereka tak ada perhatian lagi dengan majelis ilmu
dan majelis ta’lim. Akibatnya, agama dan Sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- terasa asing dan aneh di sisi mereka.
Memang mereka terkadang mendatangi majelis ta’lim.
Namun jika mereka hadir, nampak pada wajah mereka lelah dan keterpaksaan ikut
majelis ta’lim. Yah, hanya sekedar hadir agar orang tidak mencelanya. Maka
anda akan lihat orang semacam ini jika hadir di majelis ta’lim, ada yang
ngantuk , bahkan tidur. Ada yang bersandar di tembok, jauh dari ustadz. Ada
yang sengaja duduk di belakang untuk sembunyi; jika ngantuk dan tertidur, ia
bisa sembunyikan wajahnya di balik punggung kawannya. Ada yang cerita dengan
temannya sehingga mengganggu ceramah ustadz. Ada yang melayang pikirannya
sampai Amerika. Inilah kondisi mereka sehingga tak heran jika mereka tetap
jahil terhadap agamanya.
Jika mendengar cerita yang menguntungkan dunianya,
maka matanya terbelalak. Betul dunia adalah nikmat yang Allah berikan. Namun
jangan dijadikan tujuan hidup dan pusat perhatian. Dunia diambil sekedar bekal
menuju Allah -Ta’ala-. Allah tidak memberikan nikmat kepada seorang
hamba-Nya, kecuali nikmat itu hanya sekedar alat dan sarana yang dipakai untuk
beribadah dan beramal sholeh. Dunia dengan segala nikmatnya bukanlah merupakan
tujuan dan terminal terakhir bagi seorang muslim. Akan tetapi merupakan tempat
persinggahan mengambil bekal menuju perjalanan akhir, yaitu akhirat.
Fenomena berlombanya kaum muslimin memperbanyak harta
benda dan fasilitas duniawi sehingga membuat mereka lupa terhadap agamanya
merupakan sebab tersebarnya kejahilan. Jika semakin hari, semakin tersebar
kejahilan, maka ketahuilah bahwa ini adalah salah satu diantara ciri dan tanda
dekatnya hari kiamat.
Nabi-shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ : أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَ
يُثْبَتَ الْجَهْلُ
“Diantara tanda-tanda kiamat: Diangkatnya ilmu, dan
kokohnya (banyaknya) kejahilan”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (80),
dan Muslim dalam Shohih-nya (2671)]
Di akhir zaman, seperti zaman kita ini, sebelum
datangnya hari kiamat akan ada hari-hari yang di dalamnya turun dan tersebar
kejahilan yang disebabkan oleh malasnya manusia dan enggannya mereka dari
menuntut ilmu agama, yaitu ilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah. Nabi-shollallahu
alaihi wasallam- bersabda,
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لَأَيَّامًا يَنْزِلُ
فِيْهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ الْعِلْمُ
“Sesungguhnya di depan hari kiamat ada hari-hari yang
kejahilan diturunkan di dalamnya, dan ilmu diangkat”. [HR. Al-Bukhoriy (6654)]
Di tengah kabut kejahilan menyelimuti manusia,
tersebarlah berbagai macam maksiat berupa pembunuhan, pencurian, perzinaan, dan
kerakusan terhadap harta. Ini semua diakibatkan oleh hilangnya ilmu agama yang
bermanfaat di tengah manusia. Nabi-shollallahu alaihi wasallam- bersabda
dalam riwayat lain ketika menyebutkan tanda dekatnya hari kiamat,
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ
الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُُرُ الْهَرْجُ
“Zaman akan saling mendekat, diangkatnya ilmu,
munculnya berbagai fitnah (masalah), diletakkan kerakusan, dan banyaknya
peperangan”. [HR.
Al-Bukhoriy (989) dan Muslim (157)]
Al-Imam Ibnu Baththol –rahimahullah- berkata , “Semua
yang dikandung oleh hadits ini berupa tanda-tanda kiamat sungguh kami telah
melihatnya dengan mata kepala. Ilmu sungguh telah diangkat, kejahilan muncul,
dile tak kannya penyakit rakus dalam hati, fitnah (musibah) merata, dan
pembunuhan banyak”. [Lihat Fath Al-Bari (13/16)]
Ini di zamannya Ibnu Baththol –rahimahullah-,
maka bagaimana lagi di zaman kita ini kejahilan merata dimana-mana, baik di
kota maupun di pedalaman. Kejahilan di negeri kita bukan hanya mengenai rakyat
jelata yang tak berpendidikan agama, bahkan juga mengenai kaum terpelajar. Hal
ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi-shollallahu alaihi wasallam-,
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ
حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُسًا جُهَّالًا
فُسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
“Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan
sekali mencabutnya dari manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan
mematikan para ulama’ sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang
ulama’pun, maka manusiapun mengangkat pemimpin-pemimpin yang jahil. Mereka
(para pemimpin tsb) ditanyai, lalu merekapun memberikan fatwa tanpa ilmu.
Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (manusia)” .[HR.Al-Bukhory dalam Kitab
Al-Ilm (100), dan Muslim dalam Kitab Al-Ilm (2673)]
Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata ketika menjelaskan makna
hadits di atas, "Hadits ini menjelaskan maksud tercabutnya ilmu dalam
hadits-hadits lalu yang muthlak (umum), bukan menghapusnya dari dada para
penghafal (pemilik) ilmu itu. Akan tetapi maknanya, para pembawa ilmu itu
(yakni para ulama) akan mati. Lalu manusia mengangkat orang-orang jahil
(sebagai pemimpin dalam agama). Orang-orang jahil itu memutuskan perkara
berdasarkan kejahilan-kejahilannya. Lantaran itu ia sesat, dan menyesatkan orang".
[Lihat Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim ibn Al-Hajjaj (16/224),
cet. Dar Ihya' At-Turots Al-Arabiy]
Alangkah banyaknya pemimpin dan ustadz-ustadz seperti
ini. Mereka diangkat oleh manusia sebagai seorang ulama’ dan ustadz. Padahal ia
tidaklah pantas dijadikan panutan, karena ia jahil. Kalaupun ia berilmu, namun
ilmu itu di buang di belakang punggungnya. Manusia jenis ini banyak bermunculan
bagaikan jamur di musim hujan.
Coba lihat disana, manusia mengangkat seorang pelawak
sebagai “da’i sejuta ummat”. Padahal bisanya cuma tertawa dan
menggelitik para pendengar.
Dari arah lain, muncul para normal yang dulunya
dijauhi oleh manusia, karena dikenal memiliki sihir. Sesaat kemudian berubah
menjadi “da’i sejuta ummat”, karena sekedar pernah memimpin dzikir
jama’ah yang dihadiri oleh sebagian kiyai jahil dan orang-orang yang memiliki
kedudukan. Dulunya tukang sihir dan dukun (para normal), kini menjadi ustadz,
bahkan terakhir bergelar “KH”.
Artis pun tak ketinggalan ambil job dalam kancah dakwah
dengan bermodalkan semangat kemampuan tampil di depan publik dan wajah ganteng
sebagai modal dengkul untuk menarik ummat menuju ke neraka. Bagaimana tidak,
sebab seorang yang berdakwah tanpa ilmu akan mengantarkan dirinya berbicara
tanpa batas, sehingga terkadang ia telah merusak dan menghancurkan agama
pendengarnya, namun ia tak sadar karena memandang dirinya lebih pandai dari
pendengar. Padahal ia jahil atau mungkin lebih jahil dari pendengar. Nas’alullahal
afiyah wassalamah minal fitan.
Lebih para lagi, jika dakwah yang ditangani oleh
orang-orang jahil dihiasi dengan perkara-perkara yang melanggar syari’at,
seperti dakwah dihiasi dengan musik dengan istilah "Nada dan
Dakwah". Ini adalah cara dakwah yang keliru, karena menyalahi tuntunan
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Dengarkan Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam- bersabda dalam mengharamkan musik,
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنِ
الْحِرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
"Sesungguhnya akan ada beberapa kaum dari ummatku
akan menghalalkan zina, kain sutra, minuman keras (khomer), dan musik". [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab
Al-Asyribah (5590)]
Muhaddits Negeri Syam Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy
Al-Atsariy –rahimahullah- berkata dalam kitabnya Tahrim Alat
Ath-Thorb (hal 105), “Sesungguhnya para ulama dan fuqoha
–diantaranya empat imam madzhab- sepakat mengharamkan alat-alat musik karena
berteladan dengan hadits-hadits Nabi Shollallahu Alaihi wa Sallam dan
atsar-atsar Salaf ”.
Jadi, berdakwah dengan musik merupakan perkara
kejahilan dan kebatilan yang menyalahi tuntunan Allah -Ta’ala-, Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan para ulama’ kaum msulimin dari dulu
sampai hari ini. Oleh karena itu, kita sesalkan adanya sebagian orang-orang
jahil atau pura-pura jahil yang menyemarakkan program "Nada dan
Dakwah" yang jelas dan nyata menyelihi agama !! Ini lebih diperparah
lagi dengan bantuan "Guru Besar" alias televisi dalam
menyemarakkannya demi meraih keuntungan duniawi yang semu, dan memperturutkan
hawa nafsu.
Realita ummat yang demikian ini membuat dahi berkerut
dan kepala sakit karena banyaknya dan bertambahnya “PR” yang perlu diselesaikan
oleh para dai kebenaran. Dengan realita kejahilan ummat seperti ini, tak pelak
jika banyak menimbulkan masalah. Tak heran jika terkadang ada sunnah Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- yang ingin diamalkan di zaman ini, mereka serta merta
merasakannya sebagai suatu yang asing, menolaknya, menganggapnya bukan dari
Islam!! Bahkan memusihi dan menyakiti sebagian hamba-hamba Allah -Ta’ala-
yang mengamalkannya.
Jika kejahilan tentang agama merata di tubuh ummat,
maka akan tersebar berbagai macam pelanggaran, syirik, kekafiran, bid’ah, dan
maksiat, baik yang nampak, maupun yang tersemunyi. Inilah awal kehinaan yang
akan menimpa ummat Islam yang dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam.
Jika ummat Islam sibuk dengan dunia, sibuk dengan
peternakan, pertanian, perdagangan –apalagi riba- sehingga lupa mempelajari
agamanya dari Al-Qur’an dan Sunnah, maka Allah akan timpakan kehinaan atas
mereka. Inilah kehinaan yang tak mungkin akan tercabut dari tubuh ummat kecuali
mereka mau kembali kepada agamanya dengan ilmu agama yang benar, dan berguna.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ
أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ
اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
"Jika kalian berjual-beli dengan cara ‘inah
(salah satu bentuk riba, -pen), kalian memegang ekor-ekor sapi, ridho dengan
bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada
kalian suatu kehinaan yang tak akan dicabut oleh Allah sampai kalian kembali
kepada agama kalian". [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (3462). Hadits ini di-shohih-kan
oleh Al-Muhaddits Al-Atsariy Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(11)]
Kesibukan dengan dunia menyebabkan kita akan semakin
cinta kepadanya, dan takut mati untuk menghadap Allah -Ta’ala-
.Seakan-akan kita mengharapkan diri dan harta benda yang melalaikan kita agar
kekal di dunia, tanpa menghadapi hisab.
Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
يُوْشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا
تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ
يَوْمَئِذٍ ؟ قَالَ : بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ
كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدَوِّكُمْ
الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ الْوَهْنَ "
فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا الْوَهْنُ ؟ قَالَ : حُبُّ الدُّنْيَا
وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
"Hampir saja ummat-ummat saling memanggil
(menyerang) menuju kalian sebagaimana orang-orang yang mau makan saling
memanggil kepada nampannya". Ada yang bertanya, "Apakah karena kita sedikit
saat itu?" Beliau bersabda, "Bahkan kalian saat itu banyak,
tapi kalian buih laksana buih ombak. Allah benar-benar akan mencabut perasaan
segan terhadap kalian dari dada musuh kalian; Allah akan mencampakkan kelemahan
dalam hati kalian". Ada yang bertanya, "Apa kelemahan
itu?" Beliau menjawab, "Cinta dunia, dan takut mati".[HR.
Abu Dawud dalam Kitab Al-Malahim (4297). Di-shohih-kan oleh
Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (958)]
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 60 Tahun I.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel.
Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust.
Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul
Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al
Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi :
Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar