Sabtu, 11 Mei 2013

Adab-Adab Berpuasa



 (ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Abdirrahman al-Bugisi)

 Makan Sahur
Orang yang berpuasa sangat dianjurkan untuk makan sahur. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Amru bin al-‘Ash z bahwa Rasulullah n bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُورِ
“Perbedaan antara puasa kami dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim)
Dari Salman z, Rasulullah n bersabda:
الْبَرَكَةُ فِي ثَلَاثَةٌ: الْجَمَاعَةُ، وَالثَّرِيدُ، وَالسَّحُورُ
“Berkah ada pada tiga hal: berjamaah, tsarid (roti remas yang direndam dalam kuah), dan makan sahur.” (HR. ath-Thabarani, 6/251, dengan sanad yang hasan dengan penguatnya, lihat Shifat Shaum an-Nabi, hlm. 44)
Disukai untuk mengakhirkan makan sahur, berdasarkan hadits Anas dari Zaid bin Tsabit c, ia berkata,
Kami makan sahur bersama Rasulullah n kemudian beliau bangkit menuju shalat. Aku (Anas) bertanya, “Berapa jarak antara adzan1 dan sahur?” Beliau menjawab, “Kadarnya (seperti orang membaca) 50 ayat.” (Muttafaqun ‘alaih)
Namun apa yang diistilahkan oleh kebanyakan kaum muslimin dengan istilah imsak yaitu menahan (tidak makan) beberapa saat sebelum adzan Subuh adalah perbuatan bid’ah, karena dalam ajaran Nabi n tidak ada imsak (menahan diri) kecuali bila adzan fajar dikumandangkan. Rasulullah n bersabda:
إِذَا أَذَّنَ بِلَالٌ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Apabila Bilal mengumandangkan adzan (pertama), maka (tetap) makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Bahkan bagi orang yang ketika adzan dikumandangkan masih memegang gelas dan semisalnya untuk minum, diberikan rukhshah (keringanan) khusus baginya sehingga dia boleh meminumnya. Abu Hurairah z meriwayatkan bahwa Rasulullah n bersabda:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah dia meletakkannya hingga menuntaskan hajatnya dari bejana (tersebut).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud serta dihasankan oleh Syaikhuna Muqbil bin Hadi al-Wadi’i dalam al-Jami’ ash-Shahih, 2/418—419)
Hukum makan sahur adalah sunnah muakkadah. Ibnul Mundzir t berkata, “Umat ini telah bersepakat bahwa makan sahur hukumnya sunnah, dan tidak ada dosa bagi yang tidak melakukannya, berdasarkan hadits Anas bin Malik z bahwa Rasulullah n bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah, karena sesungguhnya pada makan sahur itu ada berkahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dianjurkan makan sahur dengan buah kurma jika ada, boleh pula dengan yang lain, berdasarkan hadits Abu Hurairah z, bahwa Rasulullah n bersabda:
نِعْمَ سَحُورِ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ
“Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah buah kurma.” (HR. Abu Dawud, 2/2345, dan Ibnu Hibban, 8/3475, al-Baihaqi, 4/236, serta disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t)
Jika seseorang ragu apakah fajar telah terbit atau belum, dibolehkan dia makan dan minum hingga dia yakin bahwa fajar telah terbit. Firman Allah l:
“Makan dan minumlah kalian hingga jelas bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar ….” (al-Baqarah: 187)
As-Sa’di t berkata, “Pada (ayat ini) terdapat (dalil) bahwa jika (seseorang) makan dan semisalnya dalam keadaan ragu akan terbitnya fajar maka (yang demikian) tidak mengapa.” (Taisir al-Karim ar-Rahman hlm. 87)
Berbuka Puasa
Orang yang berpuasa dianjurkan untuk menyegerakan berbuka jika memang telah masuk waktu berbuka. Tidak boleh menundanya meski ia merasa masih kuat untuk berpuasa. ‘Amr bin Maimun al-Audi t meriwayatkan:
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ n أَعْجَلُ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأُهُمْ سَحُورًا
“Para sahabat Muhammad n adalah orang yang paling bersegera berbukanya dan paling lambat sahurnya.” (HR. al-Baihaqi, 4/238, dan al-Hafizh Ibnu Hajar mensahihkan sanadnya)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Menyegerakan berbuka puasa (dianjurkan) bila telah terbenam matahari, bukan karena adzan. Namun di waktu sekarang (banyak) manusia menyesuaikan adzan dengan jam-jam mereka. Maka bila matahari telah terbenam boleh bagi kalian berbuka walaupun muadzdzin belum mengumandangkan adzan.” (asy-Syarh al-Mumti’)
Berbuka puasa dilakukan dalam keadaan ia mengetahui dengan yakin bahwa matahari telah terbenam. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat di lautan dan semisalnya. Adapun hanya sekadar menduga dengan kegelapan dan semisalnya, bukanlah dalil atas terbenamnya matahari. Wallahu a’lam.
Menyegerakan buka puasa adalah mengikuti Sunnah Rasulullah n. Sahl bin Sa’d z meriwayatkan Rasulullah n bersabda:
لَا تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ
“Senantiasa umatku berada di atas Sunnahku selama mereka tidak menunggu (munculnya) bintang ketika hendak berbuka.” (HR. al-Hakim, 1/599, Ibnu Hibban, 8/3510, dengan sanad yang sahih. Lihat Shifat Shaum an-Nabi hlm. 63)
Menyegerakan berbuka puasa akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya. Seperti yang diriwayatkan Sahl bin Sa’d z bahwa Rasulullah n bersabda:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan buka puasa.” (HR. al-Bukhari, 2/1856, dan Muslim, 2/1098)
Menyegerakan berbuka puasa juga merupakan perbuatan menyelisihi Yahudi dan Nasrani. Abu Hurairah z berkata, Rasulullah n bersabda:
لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لِأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ
“Senantiasa agama ini tampak jelas selama manusia menyegerakan buka puasa karena Yahudi dan Nasrani mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud, 2/2353, Ibnu Majah, 1/1698, an-Nasai dalam al-Kubra, 2/253, dan Ibnu Hibban, 8/3503, dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Selain itu, bersegera dalam berbuka puasa termasuk akhlak kenabian. Sebagaimana dikatakan ‘Aisyah x:
ثَلَاثٌ مِنْ أَخْلَاقِ النُّبُوَّةِ: تَعْجِيلُ الْإِفْطَارِ، وَتَأْخِيرُ السَّحُورِ، وَوَضْعِ الْيَمِينِ عَلَى الشِّمَالِ فِي الصَّلَاةِ
“Tiga hal dari akhlak kenabian: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat.” (HR. ad-Daruquthni, 1/284, dan al-Baihaqi, 2/29)
Orang harus berbuka puasa lebih dahulu sebelum shalat Maghrib, berdasarkan hadits Anas z bahwa Rasulullah n berbuka puasa sebelum shalat (Maghrib). Dan makanan yang paling dianjurkan untuk berbuka puasa adalah kurma. Anas bin Malik z berkata,
كَانَ النَّبِيُّ n يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَتُمَيْرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٍ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Adalah Nabi n berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum shalat (Maghrib). Bila tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma kering). Bila tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. Abu Dawud, 2/2356, at-Tirmidzi, 3/696, ad-Daruquthni, 2/185, dengan sanad yang sahih, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t)
Jangan lupa, berdoa sebelum berbuka puasa dengan doa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى
“Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat dan telah tetap pahala insya Allah Ta’ala.” (HR. Abu Dawud, 2/306 no. 2357, an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, 2/255, ad-Daruquthni, 2/185, dan al-Baihaqi, 4/239, dari hadits Ibnu ‘Umar z dan dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani t)
Orang yang menjalankan ibadah puasa diharuskan menjauhkan perkataan dusta sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah z, Rasulullah n bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka tidak ada keinginan Allah pada puasanya.” (HR. al-Bukhari no. 1804)
Sumber : http://asysyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar