Ketika kita melewati tempat penimbunan sampah, anda
pasti mencium bau yang tidak sedap, lalu anda secara refleks menutup hidung
dengan tangan atau sapu tangan anda. Jika anda mengatakan, "Saya tidak
mencium bau yang tidak sedap itu" maka, orang yang mendengarnya bakal
mengatakan bahwa hidung anda sedang tidak sehat, mungkin terkena flu berat atau
lainnya.
Di waktu yang sama, anda melihat para pemulung yang
asyik mengais sampah, seolah-solah tidak merasa terganggu oleh bau yang tidak
sedap itu. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa dengan bau tersebut sehingga
menjadi biasa-biasa saja.
Beginilah perumpamaan orang yang telah terbiasa
dengan maksiat yang menyebabkan hati mereka terkotori oleh noda-noda
kemaksiatan. Mereka tidak dapat lagi mencium bau busuk kemaksiatan, akibat
tebalnya noda-noda maksiat yang menempel pada dinding hatinya, sehingga
menghalangi cahaya keimanan menembus kegelapan hatinya. Oleh karena itu,
tatkala berbuat maksiat mereka tidak dapat lagi menerima cahaya sebagaimana
yang dirasakan oleh hati yang diterangi dengan lentera keimanan. Jika kalian
membacakan dan menyampaikan petunjuk, dan nasihat ilahi kepadanya, maka ia
gusar, bahkan menolaknya karena kerasnya hati yang diselimuti oleh "noda"
dan "karat" maksiat.
Dosa dan maksiat (seperti, bermusik, cukur jenggot,
makan riba, minum khomer, zina, gossip, dusta, pacaran, memandang dan menyentuh
lawan jenis bukan mahram, mencuri, sogok, dan lainnya), semua ini
telah menutupi hatinya sebagaimana firman Allah,
"Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa
yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka". (QS. Al-Muthoffifin:14 ).
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
"Sesungguhnya orang yang beriman jika melakukan
suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam hatinya. Jika dia
bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari perbuatannya) maka mengkilaplah
hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka titik hitam itupun bertambah hingga
memenuhi hatinya." [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah
Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy
dalam Shohih At-Targhib (1620)]
Wahai saudaraku, sampai kapankah engkau mau terus
berada dalam kubangan kemaksiatan? Berlumuran dengan dosa dan penyimpangan, mendurhakai
Rabb yang telah menciptakanmu dan memberi segala apa yang engkau butuhkan di
dalam kehidupan ini.
Apakah engkau tidak berpikir? Allah -Azza wa Jalla-
telah memberikan kepadamu kesehatan, harta benda, anak-anak dan segala
kebutuhan yang lainnya, lalu engkau menggunakannya untuk durhaka dan bermaksiat
kepadanya?
Al -Imam Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata
dalam Shoid Al-Khothir (hal. 195-196), “Seyogyanya bagi setiap
orang yang memiliki hati, dan pikiran agar khawatir terhadap akibat maksiat,
karena tidak ada hubungan kerabat, dan silaturrahni antara seorang anak Adam
dengan Allah. Allah hanyalah Penegak dan Pemutus keadilan. Jika kelembutan
Allah mampu meliputi (menutupi) dosa-dosa. Cuman jika Allah ingin mengampuni
dosa itu, maka Dia akan mengampuni segala dosa yang besar. Jika hendak menyiksa
seseorang, maka Allah akan menyiksanya, dengan siksaan yang masih dianggap
ringan. Maka takut dan khawatirlah kalian. Sunnguh aku telah
menyaksikan beberapa kaum dari kalangan orang-orang yang hidup mewah
bergelimang dalam kezhaliman dan maksiat, yang tersembunyi maupun yang nampak.
Mereka telah lelah dari arah yang mereka tak sangka; merekapun meninggalkan
prinsipnya, dan membatalkan sesuatu yang mereka bangun berupa aturan-aturan yang
mereka telah buat untuk keturunan mereka. Perkara itu tidaklah terjadi, kecuali
karena mereka telah melalaikan hak-hak Allah -’Azza wa Jalla-. Mereka
menyangka bahwa apa yang mereka lakukan berupa kebaikan mampu menghadapi segala
sesautu yang sedang terjadi berupa kejelekan (maksiat). Akhirnya, bahtera
imaginasi mereka melenceng, lalu masuk kedalam air berbahaya yang
menenggalamkannya… Takutlah kepada Allah, senantiasalah kalian merasa diawasi
oleh Allah”.
Ingatlah, bumi tempat kita berbuat maksiat, akan
mengabarkan apa yang telah kita lakukan di atasnya, kaki yang kita gunakan
untuk melangkah, tangan yang kita gunakan untuk memegang, mata yang kita
gunakan untuk melihat, telinga untuk mendengar dan lainnya, semuanya akan
memberikan persaksian terhadap apa yang telah diperbuatnya dipengadilan yang
terbesar dan teradil kelak.
"Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati
seluruhnya akan dimintai pertanggung jawaban" (QS. Al-Isra’: 36)
Ahli Tafsir Negeri Andalusia, Al-Imam Abu Abdillah
Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata ketika menafsirkan ayat ini
dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (10/225), "Maksudnya,
setiap badan itu akan ditanyai tentang apa yang ia lakukan; hati akan akan
ditanyai tentang sesuatu yang ia pikirkan, dan yakini; telinga dan pandangan
akan ditanyai tentang apa yang ia lihat dan dengar dari hal itu".
Sadarlah wahai saudaraku, sesungguhnya jasad kita
amatlah rapuh jika dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti batu, tanah,
gunung dan lain-lain. Keistimewaan kita dari makhluk yang lain hanyalah
terletak pada akal kita. Akal kita pun sangat terbatas kemampuannya bila
dibandingkan dengan kekuasaan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Maka
janganlah engkau tertipu dengan kecerdasan akal yang ada pada dirimu. Jangan
sekali-kali engkau menjadi congkak, sombong dan keras kepala karena godaan
setan dan hawa nafsu.
"Dan apakah manusia tidak memperhatikan, bahwa
kami menciptakannya dari setitik air (mani), lalu tiba-tiba ia menjadi
penantang yang nyata" (QS. Yasin: 77)
Janganlah engkau menjadikan setan sebagai teman
karibmu, sebab Allah telah melarang kita untuk mengikuti langkah-langkahnya
yang akan menghantarkan kita kedalam jurang kebinasaan dan memerintahkan kita
untuk menjadikannya sebagai musuh. Karena peperangan antara kita dan mereka akan
terus berlangsung hingga ajal tiba.
Ingatlah! Sesungguhnya panglima mereka, Iblis -la’natullah
‘alaihi- telah bersumpah dihadapan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-
"Sungguh demi keagungan-Mu, benar-benar aku akan
menyesatkan mereka semua" (QS.Shood: 82)
Iblis juga berkata dengan sombong,
"Dia (Iblis) berkata, "Karena Engkau telah
menyesatkan aku, pasti aku akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.
Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan dan belakang, dari kanan dan
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." (QS. Al-A’raaf: 16-17)
Janganlah engkau tergoda kepada bisikan-bisikannya
yang membuatmu jadi orang yang durhaka kepada Ar-Rahman dan termasuk orang yang
menyesal dengan penyesalan yang sangat besar, karena kelak di hari kiamat Iblis
akan berlepas diri darimu dan mengingkarimu sebagaimana Allah –’Azza wa
Jalla- telah mengabarkan di dalam firman-Nya,
" Dan ingatlah pada hari ketika orang-orang dzolim
menggigit jari-jarinya menyesali perbuatannya, seraya berkata" wahai
sekiranya dulu aku mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku,
Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman karibku, sungguh dia
(setan) telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang
kepadaku dan setan itu tidak mau menolong manusia" .(QS. Al-Furqaan: 27-29)
Maka setan pun membantah dan mengingkarinya. Allah -Ta’ala-
berfirman,
"(Setan) yang menyertainya berkata, "Ya
Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam
kesesatan yang jauh " . (QS. Qaaf: 27)
Allah -Ta’ala- berfirman,
"Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah
diselesaikan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang
benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak
ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku mengajak kamu lalu
kamu mematuhi ajakanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi
cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak
dapat menolongku. Sesungghunya aku tidak membenarkan perbuatanmu
mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu. "Sungguh orang yang
dzholim akan mendapat siksaan yang pedih" . (QS. Ibrahim: 22).
Kemudian Allah -Azza wa Jalla- menghardik
mereka dengan hardikan yang sangat menghinakan,
"Allah berfirman, "Janganlah kamu bertengkar
dihadapan-Ku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman
kepadamu. Keputusan disisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak
menganiaya hamba-hamba-Ku" (QS. Qaaf: 28-29)
Bukankah engkau takut dengan panasnya api neraka? Lalu
kenapa engkau bergegas menghampirinya dengan menimbun dosa? Bukankah engkau
ingin masuk ke dalam surga dan merasakan segala kenikmatannya? Namun mengapa
engkau tidak mau beramal untuk meraihnya? Engkau tiap hari melihat orang yang
meninggal dunia, namun engkau tidak mengambil pelajaran darinya. Sudah berapa
janji yang telah engkau ucapkan kepada Rabb-mu, namun engkau sendiri yang
melanggarnya. Sudah seyogyanya engkau malu di hadapan Allah.
Oleh karena itu, kembalilah kepada Tuhan-mu! Janganlah
engkau menunda-nunda taubatmu hingga engkau tidak mampu lagi untuk
melakukannya. Ibarat seorang pemuda yang ingin mencabut sebuah pohon yang
masih kecil, maka hal itu tidaklah sulit baginya. Namun apabila ia
mengulur-ulur waktu, maka pohon itu akan semakin membesar dan akarnya akan
semakin kuat tertancap ke dalam bumi, dan ia pun akan semakin tua dan melemah
sehingga ia tidak mampu lagi untuk mencabutnya.
Abdur Rahman Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata dalam Shoidul Khothir
(hal.210-211), "Maha Suci Sang Raja Maha Agung (Allah) yang barangsiapa
yang mengenalnya, maka ia akan takut kepada-Nya; barang siapa yang merasa aman
terhadap makar-Nya, maka ia tak akan mengenal-Nya. Sungguh aku telah merenungi
suatu perkara yang amat agung, yaitu Allah –Azza wa Jalla- selalu memberi
penangguhan sampai seakan Dia lalai. Maka anda akan melihat tangan orang-orang
yang suka bermaksiat dalam keadaan bebas, seakan-akan tak ada yang
menghalanginya. Jika ia semakin bebas, dan akal lepas, maka Allah akan
memberikan hukuman kepada orang itu seperti hukuman raja yang sombong.
Penangguhan (hukuman dosa) itu hanyalah untuk menguji kesabaran orang yang
bersabar, dan mengulurkan penangguhan bagi orang yang zholim. Maka tegarlah
orang yang sabar ini di atas kesabarannya, dan si zholim ini diberi balasan
atas kejelekan perbuatannya".
Janganlah engkau memandang remeh dosa-dosa yang kau
lakukan, namun lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat. Janganlah engkau
memandang remeh dosa-dosa, karena engkau akan menyesalinya kelak, dan janganlah
kalian memandang remeh dosa-dosa, karena sesungguhnya tidak ada dosa kecil
jika dilakukan terus-menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan istighfar,
sebab gunung itu berasal dari kerikil-kerikil kecil.
Cobalah renungi peringatan Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wa Sallam- tentang bahaya meremehkan dosa-dosa kecil
"Jauhilah kalian dosa-dosa kecil, karena
perumpamaan dosa-dosa kecil itu laksana suatu kaum yang singgah disuatu lembah
kemudian masing-masing membawa sebatang ranting, hingga mreka dapat mngumpulkan
kayu yang cukup untuk memasakkan roti mereka. Sesungguhnya pelaku dosa-dosa
kecil tatkala disiksa dengan sebab dosa-dosa yang dianggap remeh, (niscaya) hal
itu akan membinasakannya". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (22860),
Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (10500), dan Al-Baihaqiy dalam Syu'abul
Iman (7267). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(389)]
Al-Hafizh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, "Diantara dampak
buruk maksiat, seorang hamba senantiasa melakukan dosa sampai dosa itu akan
remeh menurutnya, dan terasa kecil dalam hatinya. Itulah tanda kebinasaan,
karena dosa jika semakin kecil dalam pandangan seorang hamba, maka akan semakin
besar urusannya di sisi Allah". [Lihat Ad-Daa'u wad Dawaa'
(hal. 93-94), cet. Dar Ibnul Jauziy, dengan tahqiq Ali bin Hasan
Al-Atsariy]
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 40 Tahun I.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel.
Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust.
Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul
Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al
Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan
hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar