Semua orang pasti cinta kebersihan
dan kesucian sampai ada ungkapan "kebesihan pangkal kesehatan".
Kebersihan dan kesucian amatlah diperhatikan oleh Islam baik pada batin maupun
lahiriah seseorang. Namun tentunya harus sesuai batasan Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu
‘alaihi wasallam-. Jangan keterlaluan dalam menjaga kebersihan sampai
keluar dari ketaatan, seperti orang yang tak mau shalat di masjid yang tak
beralas karpet dengan alasan menjaga kebersihan, padahal masjidnya tak
bernajis!! Jangan pula teledor dalam menjaga kebersihan sampai melanggar batas,
seperti sebagian supir mobil yang suka kencing berdiri di sembarang tempat, lalu
shalat, padahal badan atau pakaiannya terkena najis kencing!!!
Agama Islam yang suci ini adalah
agama yang menjaga fithrah yang Allah telah perintahkan kepada nabi-nabi dan
rasul sebelum diutusnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- . Fithrah
ini melambangkan kesucian dan kebersihan para anbiya’ dan pengikutnya. Allah
berfirman,
"Sesungguhnya kami Telah
memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami Telah memberikan wahyu kepada Nuh
dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami Telah memberikan wahyu (pula) kepada
Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. dan kami berikan Zabur kepada Daud". (QS. An-Nisaa’: 163).
Di antara perkara yang Allah
wahyukan kepada para nabi dan rasul –termasuk Nabi kita Muhammad -Shollallahu
‘alaihi wasallam- – adalah 5 perkara yang biasa disebut dengan
"Sunanul fithrah".
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- bersabda,
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ ( أَوْ خَمْسٌ
مِنَ الْفِطْرَةِ ) الْخِتَانُ وَالْاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ
وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
"Fithrah itu ada lima: khitan,
mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur
kumis". [HR. Al-Bukhoriy (5889), Muslim
(257), Abu Dawud (4198), dan An-Nasa'iy (9)]
Al-Allamah Syaikh Sholih bin Fauzan bin
Abdillah Al-Fauzan -hafizhahullah- berkara, "Diantara
keistimewaan yang dibawa oleh agama yang lurus ini, adanya perkara-perkara
fithrah yang berlalu sebutannya dalam hadits tersebut. Disebut
"perkara-perkara fithrah", karena pelakunya tersifati dengan fithrah
yang Allah ciptakan manusia di atasnya. Allah menganjurkan dan mendorong mereka
untuk melakukannya agar mereka berada pada sifat yang paling sempurna, dan
paling mulia; agar mereka berada dalam keadaan yang paling elok, dan indah.
Perkara-perkara itu merupakan sunnah (jalan hidup) lama yang telah dipilih oleh
para nabi, dan seluruh syari’at bersepakat di dalamnya". [Lihat Al-Mulakhkhosh
Al-Fiqhiy (1/34), cet. Darul Iman, 2002 M]
Pembaca yang budiman, mungkin ada
baiknya kita mengenal lebih dekat dengan sedikit penjelasan tentang sunanul
fithrah yang telah lama diamalkan oleh para nabi dan rasul, manusia yang paling
mengetahui kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Diantara perkara-perkara
itu:
- Khitan alias Sunatan
Khitan adalah memotong sebagian
kulit yang menutupi ujung kemaluan agar ujung kemaluan bisa nampak dan kotoran
tidak hinggap pada kulit tersebut sehingga terkadang menimbulkan penyakit, dan
radang.
Khitan adalah perkara wajib kaum
laki-laki, dan dianjurkan bagi wanita, karena ia adalah syi’ar Islam. Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- sungguh telah bersabda ketika ada seorang sahabat yang
masuk Islam datang kepada beliau,
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ
وَاخْتَتِنْ
"Buanglah darimu rambut kekufuran,
dan berkhitanlah". [HR. Abdur
Razzaq (9835 & 19224), Ahmad (15470), Abu Dawud (356), Al-Baihaqiy (781
& 17335), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (982). Hadits ini di-hasan-kan
oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2977)]
Muhaddits Negeri India, Al-Allamah
Syamsul Haq Al-Azhim Abadiy-rahimahullah- berkata saat mengomentari hadits ini, "Di dalam
hadits ini terdapat dalil yang menujukkanbahwa khitan bagi orang yang masuk
Islam adalah wajib, dan ia adalah tanda bagi keislaman". [Lihat Aunul
Ma'bud (2/16)]
Adapun khitan bagi wanita, maka tak
wajib bagi mereka, tapi merupakan perkara yang mulia, karena tak ada dalil yang
shohih menujukkan bahwa khitan bagi mereka. Cuma memang sudah menjadi
adat kebiasaan di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- wanita juga
di sunnat.
Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy-rahimahullah-
berkata, "Adapun khitan, maka wajib bagi kaum lelaki, dan kemuliaan
pada diri kaum wanita, bukan wajib bagi mereka. Ini adalah pendapat kebanyakan
ahli ilmu".[Lihat Al-Mughni (1/115), cet. Dar Alam
Al-Kutub, 1419 H]
- Mencukur Bulu Kemaluan
Diantara keindahan Islam, ia
mengatur segala perkara sampai masalah kebersihan kemaluan juga diperhatikan.
Aturan seindah dan serapi ini, kita tak akan jumpai dalam agama dan aturan
apapun, kecuali dalam Islam. Dalam syari’at kita disebut "istihdad".
Al-Allamah Mahmud bin Ahmad Al-Ainiy-rahimahullah-
berkata, "Istihdad adalah penggunaan benda tajam pada bulu kemaluan,
yaitu menghilangkannya dengan pisau cukur. Ini pada diri kaum lelaki. Adapun
wanita, maka mereka tidak menggunakannya kecuali nuroh (obat penghilang bulu)
atau selainnya diantara benda yang bisa menghilangkan bulu tersebut". [Lihat
Umdah Al-Qori (20/222)]
Sebenarnya wanita juga boleh
menggunakan pisau cukur atau gunting karena sesuai hadits di atas. Adapun
pernyatan Al-Ainiy bahwa wanita memakai selain pisau cukur, maka ini adalah
pengkhususan tanpa dalil !!
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- telah memberikan aturan yang begitu lengkap dalam masalah in sampai
beliau pernah bersabda,
وَقَّتَ لَنَا فِيْ قَصِّ الشَّارِبِ
وَتَقْلِيْمِ الْأَظفَارِ وَنَتْفِ الْإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا
نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
"Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- telah menetapkan waktu bagi kami dalam mencukur kumis, memotong kuku,
mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, yaitu agar kami tak
membiarkannya lebih dari 40 malam".
[HR. Muslim (258), Abu Dawud (4200), At-Tirmidziy (2759), An-Nasa'iy (14), dan
Ibnu Majah (295)]
- Memotong Kuku
Memotong kuku merupakan sunnah dan
jalan hidup orang-orang sholih dari kalangan nabi dan rasul. Adapun orang-orang
kafir dan fasiq yang tak mengenal arti sebuah kebersihan, maka terkadang mereka
menjadikan kuku yang panjang sebagai suatu "keindahan" yang semu.
Memanjangkan kuku adalah kebiasan jelek, karena menyerupai hewan. Namun kita
sayangkan, ada sebagian pemuda muslim yang sengaja memanjangkan kuku karena
dalih "model", betul model, tapi model mengerikan.
Syaikh Sholeh Al-Fauzan dalam kitab Al-Mulakhkhosh Al-Fiqhiy (1/35)
berkata, "Diantara perkara fithrah adalah memotong kuku sehingga tidak
dibiarkan panjang, karena dalam hal itu (memotong kuku) terdapat keindahan, dan
bisa menghilangkan kotoran yang bertumpuk di bawahnya, serta akan jauh dari
sikap menyerupai hewan buas. Fithrah Nabawiyyah ini telah diselisihi oleh
sekelompok pemuda yang liar dan wanita yang buruk. Mereka pun memanjangkan
kukunya dalam rangka menyelisihi petunjuk Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
dan terlena dalam taqlid buta".
Jadi, memanjangkan kuku merupakan
kebiasaan orang-orang menyelisihi jalannya para nabi dari kalangan orang kafir
dan fasiq. Sedangkan kita dilarang menyerupai kaum seperti ini. Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْتَشَبَّهَبِقَوْمٍفَهُوَمِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu
kaum maka dia termasuk kaum tersebut” (HR.
Abu Dawud (4031), Ahmad (5114), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath
(8327), Ibnu Manshur dalam As-Sunan (2370). Di-hasan-kan
oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (4347)
Al-Imam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah-
berkata, "Hadits ini serendah-rendahnya mengharuskan pengharaman
tasyabbuh (menyerupai orang kafir atau fasiq)". [Lihat Iqtidho'
Ash-Shiroth Al-Mustaqim (83)]
- Mencabut Bulu Ketiak
Ketiak adalah salah satu tempat
munculnya bau yang tak sedap pada diri seseorang, karena kurangnya perhatian
seseorang dalam menjaga kebersihan ketiak atau badannya secara umum. Bau ketiak
yang tak sedap menyebabkan orang akan menjauhi kita dan merasa terganggu
dengannya. Nah, ini lebih terlarang lagi, jika bau itu mengganggu orang yang
shalat. Bau bawang saja, jika mengganggu orang shalat, itu dilarang untuk
dikonsumsi saat kita hendak ke masjid jika mengganggu orang lain.
Jabir bin Abdillah -radhiyallahu
‘anhu- berkata, "Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
melarang dari (makan) bawang merah, dan bawang bakung. Kamipun dikuasai oleh
perasaan butuh (kepadanya), maka kami akhirnya makan bawang. Maka Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ
الْمُنْتِنَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى
مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
"Barang siapa yang memakan
pohon (tanaman) yang busuk ini, maka janganlah ia mendekati masjid kami, karena
malaikat terganggu oleh sesuatu yang mengganggu manusia". [HR. Muslim dalam Kitab Al-Masajid (1252)]
Jadi, Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- melarang kita mendekati masjid, jika mulut berbau bawang. Nah,
demikian pula jika bau karena gangguan ketiak yang tak sehat. Selain itu,
ketiak yang panjang bulunya akan merusak "pemandangan".
Sebuah terapi nabawi menawarkan kita
dengan sebuah solusi yang jitu dalam mengatasi persoalan ketiak, yaitu mencabut
bulu ketiak sehingga kuman dan bakteri tidak bersarang padanya serta ketiak
kita akan enak terasa.
- Mencukur Kumis
Salah satu jalan dan metode hidup
yang pernah dicontohkan oleh nabi-nabi dan rasul-rasul Allah, mereka mencukur
kumisnya, dan memelihara jenggotnya sebagai lambang kejantanan seorang pria
sejati. Tak heran jika Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda,
أُحْفُوْا الشَّوَارِبَ وَأْعْفُوْا
اللِّحَى
"Potonglah (tepi) kumis, dan
biarkanlah (panjangkan) jenggot".
[HR. Al-Bukhoriy (5553), dan Muslim (259)]
Jadi, jenggot dibiarkan panjang, dan
kumis dicukur. Sebagian ulama’ menjelaskan bahwa maksud mencukur kumis disini
adalah mencukurnya sampai habis, dan juga diantara mereka berpendapat
bahwa cukup dicukur kumis yang melewati garis bibir, wallahu a’lam.
Perintah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits ini
mengandung hukum wajibnya memelihara jenggot, dan membiarkannya
tumbuh.[Lihat Madarij As-Salikin (3/46) karya Ibnul Qoyyim, cet.
Dar Al-Kitab Al-Arabiy]
Namun amat disayangkan, lambang
kejantanan ini dipangkas, bahkan dibabat habis oleh sebagian orang yang mengaku
pengikut Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Lebih parah lagi jika kumis
malah dibiarkan panjang.
Kebiasaan jelek ‘mencukur dan
memangkas jenggot’ sudah mendarah daging dalam pribadi mereka sehingga
kita akan menyaksikan pemandangan yang mengerikan dengan maraknya gerakan "Pangkas
dan Gundul Jenggot" di kalangan kaum muslimin, baik yang tua,
apalagi remaja!!
Sumber : almakassari.com, Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 58 Tahun I.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel.
Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust.
Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul
Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al
Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi :
Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar